Mati Batang Otak (referat bagian-5) - KLIK INSTAL
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Mati Batang Otak (referat bagian-5)

sebelumnya <<

VI. Langkah Penetapan Diagnosis Kematian Batang Otak
Pemeriksaan neurologis klinis tetap menjadi standar untuk penentuan kematian otak dan telah diadopsi oleh sebagian besar negara-negara di dunia. Pemeriksaan pasien yang diduga telah mengalami kematian otak harus dilakukan dengan teliti. Deklarasi tentang kematian otak tidak hanya menuntut dilakukannya tes neurologis namun juga identifikasi penyebab koma, keyakinan akan kondisi ireversibel, penyingkiran tanda neurologis yang salah ataupun faktor-faktor yang dapat menyebabkan kebingungan, interpretasi hasil pencitraan neurologis, dan dilakukannya tes laboratorium tambahan yang dianggap perlu.15,16

Diagnosis kematian otak terutama ditegakkan secara klinis. Tidak ada tes lain yang perlu dilakukan apabila pemeriksaan klinis yang menyeluruh, meliputi kedua tes refleks batang otak dan satu tes apnea, memberikan hasil yang jelas. Apabila tidak ditemukan temuan klinis, atau uji konfirmasi, yang lengkap yang konsisten dengan kematian otak, maka diagnosis tersebut tidak dapat ditegakkan.17

Pemeriksaan neurologis untuk menentukan apakah seseorang telah mengalami kematian otak atau tidak dapat dilakukan hanya apabila persyaratan berikut dipenuhi18:

  1. Penyingkiran kondisi medis yang dapat mengganggu penilaian klinis, khususnya gangguan elektrolit, asam – basa, atau endokrin.
  2. Tidak adanya hipotermia parah, didefinisikan sebagai suhu tubuh lebih kurang atau sama dengan 32oC.
  3. Tidak adanya bukti intoksikasi obat, racun, atau agen penyekat neuromuskuler.
Menurut panduan sertifikasi kematian otak yang diterapkan di Hong Kong, yang mengacu pada beberapa referensi seperti Medical Royal Colleges in United Kingdom dan Austalian and New Zealand Intensive Care Society, sebelum mempertimbangkan diagnosis kematian otak, harus diperiksa kondisi-kondisi serta kriteria eksklusi.17

Pertama-tama, harus ditemukan kondisi cedera otak berat yang konsisten dengan proses terjadinya kematian otak (yang biasanya dikonfirmasi dengan pencitraan otak). Tidak boleh ada keraguan bahwa kondisi yang dialami pasien diakibatkan oleh kerusakan struktural otak yang tidak dapat diperbaiki. Diagnosis dari kelainan yang dapat menimbulkan kematian otak harus ditegakkan dengan jelas. Diagnosis tersebut dapat jelas terlihat beberapa jam setelah kejadian intrakranial primer seperti cedera kepala berat, perdarahan intrakranial spontan, atau setelah pembedahan otak. Namun, saat kondisi pasien disebabkan oleh henti jantung, hipoksia, atau insufisiensi sirkulasi yang berat tanpa periode anoksia serebri yang jelas, atau dicurigai mengalami embolisme udara atau lemak otak maka penegakan diagnosis akan memakan waktu lebih lama.16,17

Kondisi kedua yang dapat menjadi pertimbangan untuk menegakkan diagnosis kematian otak adalah pasien yang apneu dan menggunakan bantuan ventilator. Pasien tidak responsif dan tidak bernafas secara spontan. Obat penyekat neuromuskuler atau lainnya harus dieksklusi dari penyebab kondisi tersebut. Penyebab koma lain yang harus dieksklusi adalah obat depresan atau racun. Riwayat penggunaan obat harus secara hati-hati diperiksa. Periode observasi tergantung pada farmakokinetik dari obat yang digunakan, dosis yang digunakan, dan fungsi hepar serta ginjal pasien. Apabila diperlukan, tes darah dan urin serta level serum dilakukan. Bila ada keraguan tentang adanya efek dari opioid atau benzodiazepine, maka obat antagonis yang tepat harus diberikan. Stimulator saraf tepi harus digunakan untuk mengkonfirmasi intak tidaknya konduksi neuromuskuler apabila pasien menggunakan obat pelemas otot (muscle relaxant).18

Hipotermia primer juga menjadi kriteria eksklusi. Suhu pasien direkomendasikan harus di atas 35 oC sebelum dilakukan uji diagnostik. Selain itu, harus disingkirkan juga kondisi gangguan metabolik dan endokrin, serta hipotensi arteri. Langkah-langkah penetapan kematian batang otak meliputi hal-hal berikut19:
1. Evaluasi kasus koma
2. Memberikan penjelasan kepada keluarga mengenai kondisi terkini pasien
3. Penilaian klinis awal refleks batang otak
4. Periode interval observasi

  • Sampai dengan usia 2 bulan, periode interval observasi 48 jam
  • Usia lebih dari 2 bulan - < 1 tahun, periode interval observasi 24 jam
  • Usia lebih dari 1 tahun - < 18 tahun, periode interval observasi 12 jam
  • Usia 18 tahun ke atas, periode interval observasi berkisar 6 jam
5. Penilaian klinis ulang refleks batang otak
6. Tes apnea
7. Pemeriksaan konfirmatif apabila terdapat indikasi
8. Persiapan akomodasi yang sesuai
9. Sertifikasi kematian batang otak
10. Penghentian penyokong kardiorespirasi

Evaluasi kasus koma
Penentuan kematian batang otak memerlukan identifikasi kasus koma ireversibel beserta penyebab koma yang paling mungkin. Cedera kepala berat, perdarahan intraserebral hipertensif, perdarahan subarachnoid, jejas otak hipoksik-iskemik, dan kegagalan hepatik fulminan adalah merupakan penyebab potensial hilangnya fungsi otak yang bersifat ireversibel. Dokter perlu menilai tingkat dan reversibilitas koma, serta potensi berbagai kerusakan organ.17,18

Dokter juga harus menyingkirkan berbagai faktor perancu, seperti intoksikasi obat, blokade neuromuskular, hipotermia, atau kelainan metabolik lain yang dapat menyebabkan koma namun masih berpotensi reversible. Kedalaman koma diuji dengan penilaian adanya respon motorik terhadap stimulus nyeri yang standar, seperti penekanan nervus supraorbita, sendi temporomandibuler, atau bantalan kuku pada jari Koma dalam adalah tidak adanya respon motorik cerebral terhadap rangsang nyeri pada seluruh ekstremitas (nail-bed pressure) dan penekanan di supraorbital.19

Yang harus diperhatikan dalam pengujian ini adalah kemungkinan adanya respon motorik “Lazarus sign” yang dapat terjadi secara spontan selama tes apnea, seringkali pada kondisi hipoksia atau episode hipotensi, dan berasal dari spinal. Agen penyekat neuromuskuler juga dapat menghasilkan kelemahan motorik yang cukup lama.20

Penilaian klinis refleks batang otak
Pemeriksaan refleks batang otak meliputi pengukuran jalur refleks pada mesensefalon, pons, dan medula oblongata. Saat terjadi kematian otak, pasien kehilangan refleks dengan arah rostral ke kaudal, dan medulla oblongata adalah bagian terakhir dari otak yang berhenti berfungsi. Beberapa jam dibutuhkan untuk terjadinya kerusakan batang otak secara menyeluruh, dan selama periode tersebut, mungkin masih terdapat fungsi medula. Pada kasus yang jarang dimana terdapat fungsi medula oblongata yang tetap ada, ditemukan tekanan darah normal, respon batuk setelah suction trakhea, dan takhikardia setelah pemberian 1 mg atropine.20,21

Penentuan kematian batang otak memerlukan penilaian fungsi otak oleh minimal dua orang klinisi dengan interval waktu pemeriksaan beberapa jam. Tiga temuan penting pada kematian batang otak adalah koma dalam, hilangnya seluruh refleks batang otak, dan apnea. Pemeriksaan apnea (tes apnea) secara khas dilakukan setelah evaluasi refleks batang otak yang kedua.21

Hilangnya refleks batang otak19,20,21
Pupil:
a. Tidak terdapat respon terhadap cahaya atau refleks cahaya negatif
b. Ukuran: midposisi (4 mm) sampai dilatasi (9 mm)

Gerakan bola mata /gerakan okular:
a. Refleks oculocephalic negatif
Pengujian dilakukan hanya apabila secara nyata tidak terdapat retak atau ketidakstabilan vertebrae cervical atau basis kranii.
b. Tidak terdapat penyimpangan atau deviasi gerakan bola mata terhadap irigasi 50 ml air dingin pada setiap telinga. Membrana timpani harus tetap utuh; pengamatan 1 menit setelah suntikan, dengan interval tiap telinga minimal 5 menit.

Respon motorik facial dan sensorik facial:
a. Refleks kornea negatif
b. Jaw reflex negatif (optional)
c. Tidak terdapat respon menyeringai terhadap rangsang tekanan dalam pada kuku, supraorbita, atau temporomandibular joint.

Refleks trakea dan faring:
a. Tidak terdapat respon terhadap rangsangan di faring bagian posterior
b. Tidak terdapat respon terhadap pengisapan trakeobronkial (tracheobronchial suctioning).

Tes Apnea
Secara umum, tes apnea dilakukan setelah pemeriksaan refleks batang otak yang kedua dilakukan. Tes apnea dapat dilakukan apabila kondisi prasyarat terpenuhi, yaitu18,19:
a. Suhu tubuh ≥ 36,5 °C atau 97,7 °F
b. Euvolemia (balans cairan positif dalam 6 jam sebelumnya)
c. PaCO2 normal (PaCO2 arterial ≥ 40 mmHg)
d. PaO2 normal (pre-oksigenasi arterial PaO2 arterial ≥ 200 mmHg)

Setelah syarat-syarat tersebut terpenuhi, dokter melakukan tes apnea dengan langkah-langkah sebagai berikut20:
a. Pasang pulse-oxymeter dan putuskan hubungan ventilator
b. Berikan oksigen 100%, 6 L/menit ke dalam trakea (tempatkan kanul setinggi carina)
c. Amati dengan seksama adanya gerakan pernafasan (gerakan dinding dada atau abdomen yang menghasilkan volume tidal adekuat)
d. Ukur PaO2, PaCO2, dan pH setelah kira-kira 8 menit, kemudian ventilator disambungkan kembali
e. Apabila tidak terdapat gerakan pernafasan, dan PaCO2 ≥ 60 mmHg (atau peningkatan PaCO2 lebih atau sama dengan nilai dasar normal), hasil tes apnea dinyatakan positif (mendukung kemungkinan klinis kematian batang otak).
f. Apabila terdapat gerakan pernafasan, tes apnea dinyatakan negative (tidak mendukung kemungkinan klinis kematian batang otak) .
g. Hubungkan ventilator selama tes apnea apabila tekanan darah sistolik turun sampai < 90 mmHg (atau lebih rendah dari batas nilai normal sesuai usia pada pasien < 18 tahun), atau pulse-oxymeter mengindikasikan adanya desaturasi oksigen yang bermakna, atau terjadi aritmia kardial.

  • Segera ambil sampel darah arterial dan periksa analisis gas darah.
  • Apabila PaCO2 ≥ 60 mmHg atau peningkatan PaCO2 ≥ 20 mmHg di atas nilai dasar normal, tes apnea dinyatakan positif.
  • Apabila PaCO2 < 60 mmHg atau peningkatan PaCO2 < 20 mHg di atas nilai dasar normal, hasil pemeriksaan belum dapat dipastikan dan perlu dilakukan tes konfirmasi
Faktor Perancu
Kondisi-kondisi berikut dapat mempengaruhi diagnosis klinis kematian batang otak, sedemikian rupa sehingga hasil diagnosis tidak dapat dibuat dengan pasti hanya berdasarkan pada alasan klinis sendiri. Pada keadaan ini pemeriksaan konfirmatif direkomendasikan21:
a. Trauma spinal servikal berat atau trauma fasial berat
b. Kelainan pupil sebelumnya
c. Level toksis beberapa obat sedatif, aminoglikosida, antidepresan trisiklik, antikolinergik, obat antiepilepsi, agen kemoterapi, atau agen blokade neuromuskular
d. Sleep apnea atau penyakit paru berat yang mengakibatkan retensi kronis CO2.

Manifestasi berikut terkadang tampak dan tidak boleh diinterpretasikan
sebagai bukti fungsi batang otak 18,19:
a. Gerakan spontan ekstremitas selain dari respon fleksi atau ekstensi patologis
b. Gerakan mirip bernafas (elevasi dan aduksi bahu, lengkungan punggung, ekspansi interkosta tanpa volume tidal yang bermakna)
c. Berkeringat, kemerahan, takikardi
d. Tekanan darah normal tanpa dukungan farmakologis, atau peningkatan mendadak tekanan darah
e. Tidak-adanya diabetes insipidus
f. Refleks tendo dalam, refleks abdominal superfisial, respon fleksi triple
g. Refleks Babinski

Pemeriksaan Konfirmatif Apabila Terdapat Indikasi
Diagnosis kematian batang otak merupakan diagnosis klinis. Tidak diperlukan pemeriksaan lain apabila pemeriksaan klinis termasuk pemeriksaan refleks batang otak dan tes apnea dapat dilaksanakan secara adekuat. Beberapa pasien dengan kondisi tertentu seperti cedera servikal atau kranium, instabilitas kardiovaskular, atau faktor lain yang menyulitkan dilakukannya pemeriksaan klinis untuk menegakkan diagnosis kematian batang otak, perlu dilakukan tes konfirmatif.20

Pemilihan tes konfirmatif yang akan dilakukan sangat tergantung pada pertimbangan praktis, mencakup ketersediaan, kemanfaatan, dan kerugian yang mungkin terjadi. Beberapa tes konfirmatif yang biasa dilakukan antara lain21:

  • Angiography (conventional, computerized tomographic, magnetic resonance, dan radionuclide) : kematian batang otak ditegakkan apabila tidak terdapat pengisian intraserebral (intracerebral filling) setinggi bifurkasio karotis atau sirkulus Willisi
  • Elektroensefalografi (EEG) : kematian batang otak ditegakkan apabila tidak terdapat aktivitas elektrik setidaknya selama 30 menit
  • Nuclear brain scanning : kematian batang otak ditegakkan apabila tidak terdapat ambilan (uptake) isotop pada parenkim otak dan atau vasculature, bergantung teknik isotop (hollow skull phenomenon)
  • Somatosensory evoked potentials : kematian batang otak ditegakkan apabila tidak terdapat respon N20-P22 bilateral pada stimulasi nervus medianus
  • Transcranial doppler ultrasonography : kematian batang otak ditegakkan oleh adanya puncak sistolik kecil (small systolic peaks) pada awal sistolik tanpa aliran diastolik (diastolic flow) atau reverberating flow, mengindikasikan adanya resistensi yang sangat tinggi (very high vascular resistance) terkait adanya peningkatan tekanan intrakranial yang besar.
Dr. Zuhdy
Dr. Zuhdy Aktif sebagai dokter umum di dunia nyata dan senang membagikan informasi kesehatan di dunia maya. Gabung Fans Page FB kami: Kedokteran dan Kesehatan

Post a Comment for "Mati Batang Otak (referat bagian-5)"

<script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-2631650870646061" crossorigin="anonymous"></script> <!-- Iklan --> <ins class="adsbygoogle" style="display:block" data-ad-client="ca-pub-2631650870646061" data-ad-slot="9511910312" data-ad-format="auto" data-full-width-responsive="true"></ins> <script> (adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({}); </script>