Tuberkulosis Paru (TB) Pada Orang Dewasa - KLIK INSTAL
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tuberkulosis Paru (TB) Pada Orang Dewasa

Penyakit tuberkulosis paru (TB paru) pada orang dewasa. Artikel ini akan menjelaskan informasi medis seputar penyakit TB paru yang terjadi pada orang dewasa. Silahkan simak baik-baik.

Definisi Tuberkulosis Paru
Apa yang dimaksud dengan tuberkulosis paru (TB paru)? Ini adalah salah satu kelompok penyakit menular secara langsung yang disebabkan oleh kuman yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberkulosis.

Umumnya kuman ini menyerang organ paru-paru, akan tetapi dapat juga mengenai bagian tubuh lainnya, seperti tulang, kelenjar, dan lain-lain.

Indonesia adalah negara 5 besar penderita tuberkulosis paru. Hal ini menyumbang sekitar 5,8% dari seluruh beban TB di dunia. Belum lagi muncul keadaan darurat baru yaitu penanganan tuberkulosis resisten obat (Multi Drug Resistance/ MDR).

Review Penyakit Tuberkulosis Paru (TB) Pada Dewasa

Di bawah ini akan kami review secara detail tentang penyakit ini.

Kode ICD 10 BPJS dan ICPC Penyakit TB Paru
Kode ICD 10 : A15 Respiratory tuberkulosis, bacteriologically and histologically confirmed
Kode ICPC 2 : A70 Tuberkulosis

Tanda dan Gejala Tuberkulosis Paru

Seseorang yang memiliki tanda-tanda dan gejala-gejala tuberkulosis paru disebut dengan suspek TB paru. Apa saja gejala dan tanda tersebut? Beberapa tanda dan gejala yang kita dapatkan dari hasil anamnesis dijelaskan di bawah ini.

Secara umum tandanya adalah batuk yang bersifat produktif yang diderita lebih dari 2 minggu. Gejala batuk ini bisa diserta dengan:

  • Gejala lokal pada sistem pernafasan dapat berupa sesak nafas, nyeri dada, hingga batuk darah (hemoptisis).
  • Gejala yang bersifat sistemik yang dapat berupa demam (hilang timbul), penurunan berat badan yang kentara, sering keringat pada malam hari, berkurangnya nafsu makan, dan mudah merasakan lelah).


Adapun tanda yang dapat ditemukan dari hasil pemeriksaan fisik adalah bahwa kelainan pada penyakit tuberkulosis paru akan bergantung pada seberapa besar kelainan yang terjadi pada jaringan paru. Untuk tahap awal akan susah sekali untuk menentukan adanya kelainan karena kerusakan struktur paru masih sedikit.

Bila telah terjadi kelainan yang sudah cukup luas maka biasanya akan ditemukan suara nafas yang bronkial atau amforik atau ronkhi basah. Suara nafas akan melemah pada bagian apeks paru. Pada kelainan yang berat akan menunjukkan adanya tanda penarikan paru, mediastinum, dan diafragma.

Tanda-tanda lain yang dapat ditemukan dari hasil pemeriksaan penunjang, antara lain:
  1. Pemeriksaan darah: ditemukan adanya limfositosis atau monositosis, peningkatan LED, dan dapat disertai dengan penurunan hemoglobin.
  2. Pemeriksaan dengan mikroskop: pada kultur dari sediaan dahak (sputum) sewaktu-pagi-sewaktu dapat ditemukan kuman Mycobacterium tuberkulosis. Pemeriksaan ini dapat menggunakan sampel lain yaitu cairan bilas lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura, atau biopsi jaringan bilamana dicurigai adanya penyakit tuberkulosis ekstra paru.
  3. Pemeriksaan Radiologi: biasanya dilakukan pemeriksaan sinar X pada thoraks dengan posisi PA, lateral, atau top lordotik. Biasanya hasilnya akan menunjukkan adanya gambaran bercak-bercak berawan dengan batas yang tidak jelas pada bagian apeks paru; ataupun bila batasnya jelas akan terbentuk tuberkuloma. Gambaran lain dapat juga menyertai seperti gambaran kavitas (gambar bayangan berupa cincicn yang memiliki dinding tipis), pleuritis (terjadinta penebalan pada pleura, dan atau efusi pleura (sudut kosto-frenikus terlihat menjadi tumpul).

Cara Menegakkan Diagnosis Penyakit Tuberkulosis Paru

Diagnosis Pasti TB Paru
Diagnosis ditegakkan melalui penilaian berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang (pemeriksaan sputum dahak S-P-S).

Kriteria Diagnosis TB Paru

International Standards for Tuberkulosis Care (ISTC 2014) juga membuat kriteria diagnosis pada penyakit ini, antara lain:

  • Evaluasi secara klinis dan pemeriksaan yang bersifat diagnostik harus dilakukan secara tepat pada individu atau kelompok yang mempunyai faktor risiko dan gejala TB dalam rangka memastikan diagnosis dini.
  • Pasirn yang batuk produktif selama lebih dari 2 minggu yang tidak diketahui secara pasti apa penyebabnya maka harus dievaluasi TB.
  • Semua pasien yang terduga TB paru dan memiliki dahak maka harus dilakukan pemeriksaan dahaknya secara mikroskopis minimal 2 kali dengan apusan sputum atau 1 kali dengan pemeriksaan Xpert MTB/ RIF. Pasien dengan risiko TB resisten obat atau risiko HIV dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan Xpert MTB/ RIF ini juga sebagai alat uji diagnostik awal. Dalam upaya menegakkan diagnosis TB paru aktif tidak disarankan hanya berlandaskan pada uji serologi darah dan interferon-gamma release assay.
  • Semua pasien yang terduga mengalami TB ekstra paru maka organ terlibat harus diperiksa spesimennya.
  • Pasien yang diduga kuat menderita TB paru, akan tetapi memiliki hasil apusan dahaknya negatif maka dianjurkan pemeriksaan Xpert MTB/ RIF dan/ atau kultur spesimen dahak.


Algoritma Penatalaksanaan Penyakit Tuberkulosis Paru Dewasa

Penatalaksaan dan pengobatan penyakit TB paru ini memiliki tujuan yang tidak sederhana sebagaimana layaknya penyakit menular biasa. Adapun tujuan pengobatannya, antara lain:

  • Memberiksan kesembuhan pada pasien dan mengembalikan produktivitas dan kualitas hidupnya.
  • Mencegah terjadinya kematian akibat penyakit TB aktif.
  • Mencegah timbulnya kekambuhan.
  • Mencegah penularan penyakit kepada orang lain.
  • Mencegah terjadinya resistensi obat dan penularan kepada orang lain.


Prinsip Terapi Dalam Algoritma Tatalaksana Penyakit TB Paru

Dalam proses tatalaksana penyakit ini juga harus berdasarkan prinsip-prinsip sebagaimana diterangkan di bawah ini, yaitu:

  • Pemberian obat anti tuberkulosis (OAT) harus dalam bentuk kombinasi dengan jenis dan dosis obat yang sesuai. Hindari hanya memakai satu jenis obat saja.
  • Penggunaan OAT yang FDC (Fixed Dose Combination) akan lebih bermanfaat.
  • Obat diminum sekaligus (single dose) saat perut pasien kosong.
  • Tenaga kesehatan yang sedang mengobati pasien juga harus mengerti tentang tanggung jawab kesehatan masyarakat.
  • Pasien TB yang belum pernah diobati (termasuk pada penderita TB yang juga menderita HIV) harus diberikan paduan dari obat lini yang pertama.
  • Jamin kepatuhan pasien dalam meminum obat dengan pendekatan patient centered approach dan bila perlu menunjuk seseorang menjadi pengawas langsung (Directly Observed Treatment).
  • Respon pengobatan pasien harus terus dievaluasi. Pemeriksaan dahak berkala yaitu pada akhir tahap awal, saat bulan V, dan tahap akhir pengobatan dapat dijadikan sebagai indikator penilaian yang terbaik.
  • Riwayat tertulis tentang proses pengobatan, respon kuman dan penyakit, efek samping harus ada dan jelas.


Pengobatan TB

Pengobatan penyakit TB paru dilakukan dalam 2 tahap, antara lain tahap awal dan lanjutan.
1. Tahap Awal

  • Tahap ini memakai obat rifampicin, isoniazid, pirazinamid, dan etambutol.
  • Pada tahap ini 4 jenis obat di atas diminum oleh pasien setiap hari. Pengawasan minum obat perlu dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan pasien dan mencegah timbulnya resistensi obat.
  • Pengobatan tahap awal yang tepat dan sesuai akan mengurangi daya infeksi dalam 2 minggu.
  • Umumnya pasien dengan BTA positif akan berubah menjadi BTA negatif setelah menyelesaikan tahap awal medikasi.


2. Tahap Lanjutan

  • Tahap lanjutan ini memakai 2 jenis obat yaitu rifampisin dan isoniazid.
  • Pada tahap ini pengobatan minimal selama 4 bulan.
  • Cara minum obat dapat dilakukan 2 cara yaitu secara intermiten (3x per minggu untuk obat KDT/ FDC) atau setiap hari (untuk obat yang bukan program).
  • Tahap ini penting untuk menghilangkan bakteri yang bersifat persisten sehingga dapat mengurangi risiko terjadinya kekambuhan.


Panduan Pemberian Obat Anti Tuberkulosis (OAT) Lini Pertama

Pengendalian penyakit tuberkulosis di Indonesia dijadikan sebagai program nasional. Adapun panduan pemberian OAT dibagi menjadi 3 kategori, antara lain:
1. Kategori 1 : 2RHZE / 4R3H3
Kategori ini diperuntukkan pada pasien TB paru BTA positif atau BTA negatif dengan lesi yang luas. Program nasional menerapakan rumus 2RHZE / 4R3H3. Ini maksudnya adalah pengobatan tahap awal dilaksanakan selama 2 bulan dengan menggunakan obat rifampisin, isoniazid, pirazinamid, dan etambutol yang diminum setiap hari. Setelah itu pengobatan dilanjutkan ke tahap lanjutan selama 4 bulan dengan menggunakan obat rifampisin dan isoniazid yang diminum 3 kali dalam seminggu. Total lama waktu pengobatan adalah 6 bulan.

2. Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
Kategori ini diperuntukkan kepada pasien dengan tuberkulosis paru yang berobat ulang akibat TB kambuh, putus obat, atau gagal pengobatan. Program nasional menerapakan rumus 2HRZES/HRZE/5H3R3E3. Maksudnya adalah tahap awal dilaksanakan selama 3 bulan dimana 2 bulan pertama menggunakan obat rifampisin, isoniazid, pirazinamin, yang diminum setiap hari serta suntikan eritomisin. Setelah ini tahap awal tetap diteruskan selama 1 bulan tanpa disertai suntikan.

Setelah selesai tahap awal maka dilanjutkan denga tahap lanjutan selama 5 bulan dengan menggunakan obat rifampisin, isoniazid, dan etambutol yang diminum 3 kali per minggu. Total waktu pengobatan kategori 2 ini addalah 8 bulan.

3. OAT Sisipan : RHZE
Bila setelah selesai pengobatan tahap awal (baik pada kategori 1 maupun 2) dan ternyata hasil pemeriksaan BTA masih positif maka ditambah penyisipan obat selama waktu satu bulan dengan menggunakan obat rifampisin, isoniazid, pirazinamid, dan etambutol yang diminum setiap hari.

Dosis Obat Anti Tuberkulosis
Dosis obat yang digunakan dalam pemberian OAT diterangkan pada gambar di bawah ini.

dosis obat anti tuberkulosis paru TB paru KDT FCD
panduan dosis obat anti tuberkulosis paru (OAT) dengan menggunakan obat kombinasi dosis tepat (FDC)
Dosis obat anti tuberkulosis TB paru berdasarkan berat badan
panduan dosis OAT berdasarkan berat badan pasien

Kapan Harus Dirujuk
Bila penanganan pada fasilitas kesehatan tidak mumpuni maka sebaiknya dirujuk ke rumah sakit dengan keadaan seperti dijelaskan di bawah ini:

  • Pasien dengan hasil sputum BTA negatif, ditemukan tanda klinis, dan tidak menunjukkan adanya perbaikan setelah diberikan terapi.
  • Pasien dengan hasil sputum BTA negatif dengan keadaan klinis yang rancu.
  • Pasien dengan hasil sputum BTA masih tetap positif dalam periode waktu tertentu.
  • Penyakit tuberkulosis paru dengan diserta komplikasi.
  • Pasien yang dicurigai sebagai TB - MDR.


Prognosis Penyakit TB Paru

Secara umum prognosis baik bilaman pasien patuh dan tepat minum obat. Pasien dengan komplikasi umumnya prognosisnya kurang baik.

Kriteria Hasil Pengobatan
Sembuh
Pasien sudah selesai menjalani pengobatan dan hasil evaluasi ulang apusan dahak nya negatif, dan atau foto thoraks AP hasilnya negatif dibandingkan dengan hasil sebelumnya.

Pengobatan Lengkap
Pasien telah selesai menjalani tahapan pengobatan, akan tetapi tidak dilakukan atau tidak ada hasil evaluasi ulang foto thoraks AP dan apusan dahak.

Meninggal
Pasien yang dinyatakan meninggal selama dalam tahapan pengobatan yang disebabkan oleh apapun.

Putus Obat
Pasien yang tidak menjalani pengobatan selama 2 bulan atau lebih berturut-turut padahal pengobatannya belum selesai.

Gagal
Pasien dengan hasil sputum dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan selama masa pengobatan.

Pindah
Pasien yang dipindahkan ke unit pelaporan dan pencatatan lain sehingga hasil pengobatannya tidak diketahui.

Sumber tulisan

  • Daftar panduan pratik klinis berdasarkan masalah dan penyakit oleh Ikatan Dokter Indonesia 2015
  • Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan tuberkulosis di Indonesia oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 2006


Mudah-mudahan bermanfaat. Silahkan gali infoemasi medis lainnya di blog kesehatan ini.
Dr. Zuhdy
Dr. Zuhdy Aktif sebagai dokter umum di dunia nyata dan senang membagikan informasi kesehatan di dunia maya. Gabung Fans Page FB kami: Kedokteran dan Kesehatan

Post a Comment for "Tuberkulosis Paru (TB) Pada Orang Dewasa"