Gigitan Ular Berbisa
Artikel ilmiah kali ini akan membahas tentang gigitan ular berbisa. Bagi Anda yang lagi cari-cari bahan buat makalah, laporan pendahuluan dan kasus, askep atau asuhan keperawatan tentang gigitan ular berbisa, silahkan simak artikel ini baik-baik!
Definisi Gigitan Ular Berbisa
Luka gigitan adalah cedera yang disebabkan oleh mulut dan gigi hewan atau manusia. Hewan mungkin menggigit untuk mempertahankan dirinya, dan pada kesempatan khusus untuk mencari makanan. Beberapa luka gigitan perlu ditutup dengan jahitan, sedang beberapa lainnya cukup dibiarkan saja dan sembuh dengan sendirinya.
gambar ular |
Jenis Ular dan Cara Mengidentifikasinya
Ular berbisa kebanyakan termasuk dalam famili Colubridae, tetapi pada umumnya bisa yang dihasilkannya bersifat lemah. Contoh ular dalam famili ini adalah ular sapi (Zaocys carinatus), ular tali (Dendrelaphis pictus), ular tikus atau ular jali (Ptyas korros), dan ular serasah (Sibynophis geminatus).
Ular berbisa kuat yang terdapat di Indonesia biasanya masuk dalam famili Elapidae, Hydropiidae, atau Viperidae. Elapidae memiliki taring pendek dan tegak permanen. Contoh anggota famili ini adalah ular cabai (Maticora intestinalis), ular weling (Bungarus candidus), ular sendok (Naja sumatrana), dan ular king kobra (Ophiophagus hannah).
Viperidae memiliki taring panjang yang secara normal dapat dilipat ke bagian rahang atas, tetapi dapat ditegakkan bila sedang menyerang mangsanya. Ada dua subfamili pada Viperidae, yaitu Viperinae dan Crotalinae. Contoh Viperidae adalah ular bandotan (Vipera russelli), ular tanah (Calloselasma rhodostoma), dan ular bangkai laut (Trimeresurus albolabris).
Berikut perbedaan antara ular berbisa dan ular tidak berbisa
Berikut ini penjelasan perbedaan ular berbisa dan tidak berbisa. Hal ini ditinjau dari bentuk kepala ular, jenis gigi taring ular, ciri ciri bekas gigitan ular berbisa, dan warna ular.
perbedaan ular berbisa dan ular tidak berbisa |
Bisa Ular dan Patofisiologi Gigitan Ular Berbisa
Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berguna untuk melumpuhkan mangsa dan juga berfungsi pada mekanisme sistem pertahanan diri. Bisa tersebut merupakan ludah yang termodifikasi, yang dihasilkan oleh suatu kelenjar khusus. Bisa ular mengandung lebih dari 20 unsur penyusun, sebagian besar adalah protein, termasuk enzim dan racun polipeptida.
Beberapa unsur bisa ular yang memiliki efek klinis, yaitu:
- Enzim prokoagulan (viperidae) yang menstimulasi proses pembekuan darah namun dapat pula menyebabkan darah tidak dapat berkoagulasi.
- Haemorrhagins (zinc metalloproteinase) yang merusak endotel yang meliputi pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan sistemik spontan.
- Racun sitolitik atau nekrotik berupa hidrolase (enzim proteolitik dan fosfolipase A) yang meningkatkan permeabilitas membran sel dan menyebabkan pembengkakan setempat serta kematian jaringan.
- Phospholipase A2 haemolitik and myolitik dimana berupa enzim yang dapat menghancurkan membran sel, endotel, otot lurik, saraf serta sel darah merah.
- Phospolipase A2 Neurotoxin pre-synaptik (elapidae dan beberapa viperidae) – merupakan phospholipases A2 yang merusak ujung syaraf, pada awalnya melepaskan transmiter asetilkolin lalu meningkatkan pelepasannya.
- Post-synaptic neurotoxins (elapidae) – polipeptida ini bersaing dengan asetilkolin untuk mendapat reseptor di neuromuscular junction dan menyebabkan paralisis yang mirip seperti paralisis kuraonium2
Diagnosis Klinis Pada Gigitan Ular Berbisa
Anamnesis :
Anamnesis yang tepat seputar gigitan ular serta progresifitas gejala dan tanda baik lokal dan sistemik merupakan hal yang sangat penting. Dokter harus menggali secara cepat bukti bahwa pasien telah digigit ular, jenis ular, lokasi gigitan ular, waktu digigit ular, kondisi pasien saat digigit, dan tanda envenomasi lokal (tanda dan gejala gigitan ular berbisa) dan sistemiknya.
Pemeriksaan Fisik:
Tanda dan Gejala Lokal pada daerah gigitan:
- tanda gigitan taring (fang marks),
- nyeri lokal,
- perdarahan lokal,
- kemerahan,
- limfangitis,
- pembesaran kelenjar limfe,
- inflamasi (bengkak, merah, panas),
- melepuh,
- infeksi lokal, terbentuk abses, dan
- nekrosis
Tanda dan gejala sistemik:
a. umum
tanda dan gejala umum berupa mual, muntah, nyeri perut, lemah, lemas, dan mengantuk.
b. vardiovaskuler (viperidae)
gangguan penglihatan, syok, hipotensi, aritmia jantung, edema paru, dan edema konjungtiva.
c. perdarahan dan gangguan pembekuan darah (viperidae)
perdarahan yang berasal dari fang marks yang terus-menerus dan dari luka yang telah menyembuh sebagian, perdarahan sistemik spontan dari gusi, epistaksis, perdarahan intrakranial, hemoptisis, perdarahan perrektal (melena), hematuria, perdarahan pervaginam, dan lain-lain.
d. neurologis (elapidae, Russel viper)
gangguan berupa mengantuk, parestesia, paralisis otot wajah dan otot lainnya yang dipersarafi nervus kranialis, suara sengau atau afonia, regurgitasi cairan melalui hidung, kesulitan untuk menelan sekret, paralisis otot pernafasan dan flaksid generalisata.
e. destruksi otot skeletal (ular laut, Bungarus niger, dan B. candidus)
gejala berupa nyeri seluruh tubuh, kaku dan nyeri pada otot, sampai henti jantung. Dapat ditemukan myoglobinuria dan hiperkalemia pada hasil laboratoriumnya.
f. sistem perkemihan
gejala dan tanda berupa nyeri punggung bawah, hematuria, hemoglobinuria, myoglobinuria, dan oligouria/ anuria.
sumber:
SMF Bedah RSUD DR. R.M. Djoelham Binjai. 2000. Gigitan Hewan. Available from : www.scribd.com/doc/81272637/Gigitan-Hewan
WHO. 2005. Guidelines for The Clinical Management of Snake Bite in The South East Asia Region.
Sentra Informasi Keracunan Nasional Badan POM, 2012. Penatalaksanaan Keracunan Akibat Gigitan Ular Berbisa. Available from : www.pom.id (diakses pada Maret 2014)
Post a Comment for "Gigitan Ular Berbisa"
Klik tulisan subscribe berwarna merah ini: SUBSCRIBE
terlebih dahulu sebelum membuat komentar.