Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana BPH (Bagian-3)
PIRANTI DIAGNOSIS BPH
Diagnosis BPH dapat ditegakkan berdasarkan atas berbagai pemeriksaan awal dan pemeriksaan tambahan. Jika fasilitas tersedia, pemeriksaan awal harus dilakukan oleh setiap dokter yang menangani pasien BPH, sedangkan pemeriksaan tambahan yang bersifat penunjang dikerjakan jika ada indikasi untuk melakukan pemeriksaan itu. Pada 5th International Consultation on BPH (IC-BPH) membagi kategori pemeriksaan untuk mendiagnosis BPH menjadi: pemeriksaan awal (recommended) dan pemeriksaan spesialistik urologi (optional), sedangkan guidelines yang disusun oleh EAU12 membagi pemeriksaan itu dalam: mandatory, recommended, optional, dan not recommended.
Anamnesis
Pemeriksaan awal terhadap pasien BPH adalah melakukan anamnesis atau wawancara yang cermat guna mendapatkan data tentang riwayat penyakit yang dideritanya. Anamnesis itu meliputi(13,14):
- Keluhan yang dirasakan dan seberapa lama keluhan itu telah mengganggu,
- Riwayat penyakit lain dan penyakit pada saluran urogenitalia (pernah mengalami cedera, infeksi, atau pembedahan),
- Riwayat kesehatan secara umum dan keadaan fungsi seksual,
- Obat-obatan yang saat ini dikonsumsi yang dapat menimbulkan keluhan miksi,
- Tingkat kebugaran pasien yang mungkin diperlukan untuk tindakan pembedahan.
Salah satu pemandu yang tepat untuk mengarahkan dan menentukan adanya gejala obstruksi akibat pembesaran prostat adalah International Prostate Symptom Score (IPSS).
WHO dan AUA telah mengembangkan dan mensahkan prostate symptom score yang telah distandarisasi(5,13-15). Skor ini berguna untuk menilai dan memantau keadaan pasien BPH.
Analisis gejala ini terdiri atas 7 pertanyaan yang masing-masing memiliki nilai 0 hingga 5 dengan total maksimum 35. Kuesioner IPSS dibagikan kepada pasien dan diharapkan pasien mengisi sendiri tiap-tiap pertanyaan. Keadaan pasien BPH dapat digolongkan berdasarkan skor yang diperoleh adalah sebagai berikut(5,15,16):
- Skor 0-7: bergejala ringan
- Skor 8-19: bergejala sedang
- Skor 20-35: bergejala berat.
Selain 7 pertanyaan di atas, di dalam daftar pertanyaan IPSS terdapat satu pertanyaan tunggal mengenai kualitas hidup (quality of life atau QoL) yang juga terdiri atas 7 kemungkinan jawaban(3).
Pemeriksaan fisik
Colok dubur atau digital rectal examination (DRE) merupakan pemeriksaan yang penting pada pasien BPH, disamping pemeriksaan fisik pada regio suprapubik untuk mencari kemungkinan adanya distensi buli-buli. Dari pemeriksaan colok dubur ini dapat diperkirakan adanya pembesaran prostat, konsistensi prostat, dan adanya nodul yang merupakan salah satu tanda dari keganasan prostat(5,13). Mengukur volume prostat dengan DRE cenderung under-estimate daripada pengukuran dengan metode lain, sehingga jika prostat teraba besar, hampir pasti bahwa ukuran sebenarnya memang besar. Kecurigaan suatu keganasan pada pemeriksaan colok dubur, ternyata hanya 26-34% yang positif kanker prostat pada pemeriksaan biopsi. Sensitifitas pemeriksaan ini dalam menentukan adanya karsinoma prostat sebesar 33%(17).
Perlu dinilai keadaan neurologis, status mental pasien secara umum dan fungsi neuromusluler ekstremitas bawah. Disamping itu pada DRE diperhatikan pula tonus sfingter ani dan refleks bulbokavernosus yang dapat menunjukkan adanya kelainan pada busur refleks di daerah sakral(5,13)
Post a Comment for "Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana BPH (Bagian-3)"
Klik tulisan subscribe berwarna merah ini: SUBSCRIBE
terlebih dahulu sebelum membuat komentar.