Anemia Aplastik
Anemia aplastik adalah anemia yang
disebabkan oleh gangguan pada sel induk sumsum tulang sehingga sel darah yang
diproduksi tidak mencukupi.1 Gangguan ini akan mengakibatkan
berkurangnya jumlah sel dari semua jalur sel darah utama (eritrosit, leukosit,
trombosit) atau disebut dengan pansitopenia.2
Secara morfologis akan ditemukan eritrosit normositik normokrom, jumlah
retikulosit rendah atau tidak ada, dan biopsi sumsum tulang akan menunjukkan
keadaan “pungsi kering” dengan keadaan hypoplasia nyata dan pergantian dengan
sel lemak.1 Pertama kali ditemukan pada tahun 1988 oleh Ehrlich pada
seorang perempuan muda yang meninggal tak lama setelah didiagnosa menderita
anemia berat, pendarahan, dan hipereksia. Pemeriksaan postmorterm pada wanita itu menunjukkan sumsum tulang yang
hiposeluler (tak aktif).3
Anemia aplastik juga dikenal dengan
nama lain seperti anemia hipoplastik, anemia refrakter, hipositemia progresif,
anemia aregeneratif, aleukimia hemoragik, panmieloftisis, dan anemia paralitik
toksik.2
Anemia aplastik relatif jarang
ditemukan namun berpotensi mengancam jiwa. Insiden di seluruh dunia berkisar
2-6 kasus per 1 juta jiwa pertahun. Menurut data dari The International Aplastic Anemia and Agranulolytosis Study,
insiden anemia aplastik lebih banyak ditemukan di belahan bumi timur
dibandingkan dengan barat. Kemungkinan besar pengaruh lingkungan
mempengaruhinya.3
Anemia aplastik umumnya muncul pada
rentang usia 15-25 tahun, dan puncak insiden kedua pada saat usia 60 tahun.
Usia dan jenis kelamin bervariasi berdasarkan geografis. Amerika Serikat dan
Eropa timur melaporkan insiden tertinggi pada usia 15-24 tahun, sedangkan di Cina
banyak ditemukan pada wanita usia diatas 50 tahun dan pria diatas 60 tahun. Di
Perancis ditemukan dua puncak insiden yaitu pada pria kebanyakan pada usia
15-30 tahun dan 60 tahun, sedangkan pada wanita kebanyakan pada usia diatas 60
tahun. Perjalanan penyakit juga lebih berat pada pria dibandingkan dengan
wanita. Hal ini kemungkinan besar akibat dari resiko perkerjaan.3
Berdasarkan etiologinya, anemia
aplastik dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu anemia aplastik primer
(kongenital atau didapat) dan anemia aplastik sekunder.2
Etiologi Anemia Aplastik1,2
|
|
Primer
|
Sekunder
|
Kongenital
Idiopatik
didapat: diyakini dimediasi secara
imunologis oleh peranan limfosit T pasien yang menekan fungsi dari sumsum
tulang.
|
Radiasi pengion
seperti:
·
Radioterapi
·
Isotop radioaktif
·
Stasiun pembangkit tenaga nuklir
Zat Kimia
seperti
Obat-obatan
seperti
Infeksi virus
seperti
|
Berdasarkan derajat pansitopenia
darah tepi, anemia aplastik dibagi menjadi 3 derajat, yaitu tidak berat, berat,
dan sangat berat.3
Klasifikasi Anemia Aplastik berdasarkan derajatnya3
|
|
Klasifikasi
|
Kriteria
|
Anemia Aplastik
berat
|
< 25%
·
Neutrophil < 500 /mL
·
Trombosit < 20.000 /mL
·
Retikulosit absolut < 60.000/mL
|
Anemia aplastik
sangat berat
|
Sama dengan di
atas kecuali hitung neutrophil < 200/mL
|
Anemia Aplastik
tidak berat
|
Sumsum tulang
hiposeluler namun sitopenia tidak memenuhi kriteria berat.
|
Gejala yang muncul sangat beragam,
mulai dari yang tidak menunjukkan gejala hingga gejala berat yang dapat
menyebabkan kematian dalam waktu singkat.1,3. Anemia aplastik
mungkin muncul mendadak (dalam beberapa hari) atau perlahan-lahan
(berminggu-minggu atau berbulan-bulan).3 Gejala yang muncul tergantung
pada derajat pansitopenia, mulai dari gejala umum anemia berupa kelelahan,
kelemahan, dipsnea, jantung berdebar, dan napas pendek saat latihan.1,3
Tanda-tanda dan gejala lain yang diakibatkan defisiensi trombosit dapat
menyebabkan ekimosis, ptekie, epistaksis, pendarahan saluran pencernaan,
pendarahan pada saluran kemih dan kelamin, dan pendarahan pada sistem saraf
pusat. Defisiensi leukosit menyebabkan kerentanan terhadap infeksi seperti
infeksi jamur, bakteri, dan virus.1
Pada pemeriksaan fisik akan
ditemukan keadaan yang sangat bervariasi, mulai dari pucat, pendarahan, ataupun
gejala infeksi berat. Hepatomegali ditemukan di sebagian kecil penderita anemia
aplastik, dan tidak ditemukan splenomegali pada satupun pasien.3
Pemeriksaan fisik pada pasien
anemia aplastik (Salonder, 1983)3
|
|
Jenis
Pemeriksaan Fisik
|
%
|
Pucat
|
100
|
Pendarahan
|
63
34
26
20
7
6
3
|
Demam
|
16
|
Hepatomegali
|
7
|
Splenomegali
|
0
|
Pada stadium awal penyakit, pansitopenia
tidak selalu ditemukan pada pemeriksaan darah tepi. Anemia aplastik termasuk ke
dalam anemia normositik normokrom atau makrositik (sering kali MCV 95-110 fl).2,3
Kadang-kadang ditemukan pula makrositosis, anisositosis, dan polikilositosis.
Adanya eritrosit muda dalam darah dalam darah tepi menandakan bukan anemia
aplastik. Granulosit dan trombosit rendah. Limfositosis relatif terdapat pada
lebih dari 75% kasus. Retikulosit umumnya normal atau rendah. Pada sebagian
kasus ditemukan retikulosit lebih dari 2%, namun setelah dikoreksi dengan
beratnya anemia, maka akan didapatkan retikulosit yang normal atau rendah.
Apabila tetap ditemukan retikulositosis setelah dikoreksi maka menandakan bukan
anemia aplastik. 3
Selain pada pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan lain yang
biasanya ditemukan antara lain:2,3
- LED selalu meningkat, 89% kasus ditemukan LED lebih dari 100 mm dalam jam pertama
- Waktu pendarahan memanjang dan retaksi bekuan buruk
- Sumsum tulang memperlihatkan hipolasia
- Adanya Defisiensi imun yang diketahui melalui penentuan titer immunoglobulin dan pemeriksaan imunitas sel T.
- Pemeriksaan Nuclear MRI atau Bone Marrow Scanning untuk melihat luasnya perlemakan pada sumsum tulang.
Penyakit
ini harus dibedakan dari myelodysplasia hiposeluler, leukimia limfositik granula
besar, dan hemoglobinuria nocturnal paroksismal (PNH). Beberapa pasien yang
didiagnosa anemia aplastik diketahui menderita ketiga penyakit di atas pada
tahun-tahun berikutnya. Ini dapat terjadi bahkan pada pasien yang memiliki respon
baik terhadap terapi imunosupresif.2,3
Pengobatan untuk anemia aplastik,
jika diketahui penyebabnya ditujukan untuk menghilangkan agen penyebabnya.
Fokus utama pengobatan yaitu terapi suportif sampai terjadi penyembuhan pada
sumsum tulang. Karena pendarahan dan infeksi penyebab kematian pada anemia
aplastik, maka terapi pencegahan harus dimaksimalkan, seperti meningkatkan hygiene dan sanitasi.1
Penatalaksanaan awal terutama pada perawatan suportif dengan transfuse darah,
konsentrat trombosit, dan pengobatan pencegahan infeksi. Semua produk darah
harus disaring untuk mengurangi resiko aloimunisasi, dan diradiasi untuk
mencegah pencangkokan limfosit donor hidup.
Terapi
standar untuk anemia aplastik meliputi imunospresi atau transplantasi sumsum
tulang (TST). Faktor-faktor seperti usia, ada atau tidaknya donor
saudara yang cocok, dan faktor resiko seperti infeksi berat dan beban trnsfusi
harus dipertimbangkan untuk menentukan pasien akan lebih baik mendapatkan
imunosupresi atau transplantasi. Pasien yang usia muda biasanya lebih baik
mendapatkan TST, sedangkan pasien yang lebih tua yang mempunyai komorbiditas
biasanya ditawarkan terapi imunosupresi. Pasien dengan neutrophil rendah cenderung
lebih baik mendapatkan TST.3
Terapi
imunosupresi dapat menjadi pilihan. Obat-obatan yang dapat digunakan yaitu antithymocyte globulin (ATG), antilhymficyte globulin (ALG), dan
siklosporin (CsA). Pemberian ATG atau ALG diindikasikan pada anemia aplastik bukan
berat, pasien tidak memiliki donor sumsum yang cocok, anemia aplastik berat
yang berumur lebih dari 20 tahun, pada pengobatan tidak terdapat infeksi atau
pendarahan atau dengan Granulosit > 200 mm3. Regimen yang paling
sering digunakan yaitu ATG kuda (ATGam dosis 20 mg/kg per hari selama 4 hari)
atau ATG kelinci (dosis 3,5 mg/kg berat badan per hari selama 5 hari) plus CsA
(dosis 12-15 mg/kg umumnya selama 6 bulan). ATG kelinci dan ATG kuda memiliki
efektifits yang hampir sama. Jika dibandingkan dengan CsA, efektifitas ATG
lebih unggul, namun kombinasi keduanya memberikan efektifitas yang lebih baik
lagi dibandingkan dengan pemberian ATG saja atau CsA saja.3
Penambahan
granulocyte colony stimulating factor (G-CSF
{filgrastrim dosis 5 ig/kg/hari atau sargramostim dengan dosis 250 ig/kg/hari)
dapat memulihkan neutropenia, namun tidak meningkatkan angka kelangsungan
hidup. Namun respon awal terhadap G-CSF setelah terapi ATG merupakan faktor prognostik
yang baik untuk respon secara keseluruhan.3
Perjalanan
penyakit anemia aplastik tergantung pada berat ringannya penyakit. Semakin
berat derajat anemia aplastik, maka akan semakin buruk prognosanya. Riwayat
alamiah dapat berupa berakhir dengan remisi sempurna, meninggal dalam 1 tahun,
dan dapat bertahan hidup lebih dari 20 tahun. Dikatakan remisi sempurna apabila
bebas transfusi, Granulosit sekurang-kurangnya 2000/mm3 dan
trombosit sekurang—kurangnya 100.000/mm3. Remisi sebagian yaitu
tidak tergantung pada transfuse, Granulosit dan trombosit memenuhi kriteria
remisi sempurna. Sedangkan dinyatakan refrakter apabila tidak adanya perbaikan.
Sumber:
- Price, Sylvia Anderson, Et al, 2005, Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit (Vol 1) -Ed.6-, Jakarta: EGC.
- Hoffbrand, A.V., Et al, Kapita selekta hematologi -Ed 4-, Jakarta: EGC.
- Salonder, Hans, dkk, 2009, Anemia aplastik Dalam (Aru W. Sudoyo, dkk) Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II - Ed V-. Jakarta:Internapublishing
Post a Comment for "Anemia Aplastik"
Klik tulisan subscribe berwarna merah ini: SUBSCRIBE
terlebih dahulu sebelum membuat komentar.